Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Minggu, tanggal 9 Juli 2016, gue ditabrak pengendara sepeda motor di jalan raya daerah Cihanjuang sekitar jam 10 malam. Posisi gue lagi naik motor juga. Malam itu, gue dari arah Bandung mau belok ke kanan. Dari kejauhan gue udah liat ada satu motor yang kebutan-kebutan dari arah Cimahi. Makanya pas mau belok, gue sempat rem (posisi motor udah tinggal lurus ke belokan) supaya motor yang ngebut itu masih bisa jalan lewat depan atau belakang gue.
Tapi pas gue nengok ke arah kiri, di depan muka gue udah lampu depan sepeda motor. Dan sebelum semuanya gelap, suara yang terakhir gue dengar adalah besi nabrak besi. Yap, motor yang kebut-kebutan itu nabrak motor gue dari arah kiri, tepatnya di bagian setang. Kalau aja sebelum tabrakan gue masih ngegas, nggak menutup kemungkinan motor itu bakalan nabrak motor gue di bagian body, atau tepatnya bagian kaki kiri gue. Dan risikonya bisa lebih parah.
Gue nggak tahu pas tabrakan itu motor gue dan motor dia kayak gimana. Karena pas buka mata, yang pertama gue lihat adalah langit gelap, lalu beberapa orang yang berdiri di sekeliling gue, dan terakhir motor gue dengan kondisi terguling, diikuti oleh 'baru nyadar' bahwa motor itu jatuhnya tepat di atas kaki kiri gue. Ya, gue nggak bisa berdiri karena sebelah kaki tertindih motor.
Nggak lama kemudian gue diangkat ke trotoar dan disenderin (posisi berdiri) di tembok. Tapi pas orang-orang ngelepas badan gue, boro-boro gue bisa berdiri tegak, nahan badan sambil nyender aja gue nggak bisa. Gue langsung jatuh lagi dengan posisi duduk sambil nyender. Kenapa gue nggak bisa berdiri tegak? Barulah ada rasa linu di kaki bagian kanan, dan pas gue liat, ternyata kaki kanan gue kayak gini:
Kalau dilurusin, rasanya lebih sakit daripada dicuekin gebetan.
Setelah nyoba nenagin diri buat ngedeteksi linu di bagian mana aja, akhirnya gue bisa ngerasain sakit di kaki kanan bagian atas lutut, kaki kiri bagian bawah pergelangan, tangan kiri bagian sikut, dan pinggang belakang bagian sejajar gesper. Kaki kanan dan tangan kiri gue kulitnya sobek, pinggang belakang gue kulitnya lecet. Berarti pas tabrakan, gue sempat jatuh ke arah kanan ngegesek aspal. Nah yang diheranin, kenapa yang ketimpa motor itu kaki kiri gue? Ditambah lagi itu motor jatuhnya ke arah kiri. Apa waktu tabrakan, motor gue sempet muter posisi (saking kencengnya momentum) sampe ngebalik gitu? Entahlah.
Pokoknya yang jelas, dudukan kupling motor gue ancur. Sekali lagi gue bersyukur sempat ngerem sebelum tabrakan, alhasil kerusakan yang terjadi cuma setang agak miring ke kiri dan dudukan kupling patah. Body nggak ada lecet sama sekali. Ajaib memang. Coba kalau gue nggak sempat ngerem dan ditabraknya pas bagian body, mungkin motor ini bakalan ancur lebih parah. Tentunya biaya service juga lebih bikin dompet engap. Hehehe.
Waktu mulai sadar dan bisa jalan (meski pincang), gue samperin orang yang tadi nabrak buat klarifikasi masalah. Dia laki-laki, usianya sekitar dua tahun lebih tua dari gue. Belum sempat gue buka suara, dia udah ngomong duluan.
"Maaf ya, mas, tadi jalannya licin. Saya udah rem depan mendadak, tapi jatuhnya ke arah kanan, jadi nabrak."
"Oh.. iya, mas, nggak apa-apa." jawab gue mencoba tetap tenang.
"Saya mau ke acara keluarga di daerah Pasirkoja, udah ditungguin dari tadi." sambung dia, "Makanya ngebut dan tadi nggak keliatan ada motor mau belok."
Segitu gue udah nyalain lampu sen. Masih nggak keliatan? Matamu.
"Oh, iya, santai aja, mas." Gue pura-pura memaklumi padahal agak kesel.
Singkat cerita akhirnya kami lanjut perjalanan masing-masing setelah selesai klarifikasi. Apa gue minta uang ganti rugi? Enggak. Karena waktu itu yang gue lihat cuma patah dudukan kupling, harganya juga nggak seberapa. Tapi pas dia udah lanjut dan gue mau pulang, barulah kelihatan setangnya bengkok ke kiri. Kalau dipress di bengkel harganya 200 ribu. Kampret memang. Tapi ya udah lah, yang lalu biarlah berlalu. Untuk ke depannya, kalau nanti ketemu dia lagi di jalan, barulah minta uang ganti rugi.
Nggak lah, bercanda. Hahaha.
***
So, what the point of this story? Yes indeed, communication.
Dari pengalaman itu, yang mau gue share ke temen-temen adalah cara berkomunikasi. Maksudnya saat kita mendapat masalah, selama bisa diselesaikan dengan pembicaraan, kenapa harus milih jalan kekerasan?
Banyak orang di luar sana (terutama laki-laki) yang dikit-dikit main tangan. Kalau yang ditabrak itu misalnya orang lain, besar kemungkinan orang yang nabrak gue udah dipukulin sampe bonyok. Tapi gue nggak mau milih jalan kekerasan. Bukan karena takut, tapi karena gue masih punya otak dan waras. Ya, makanya gue samperin buat klarifikasi terlebih dahulu. Kalau pas gue datengin ternyata dia lagi mabuk, barulah gue pake jalan lain. Kalau dia masih sadar dan bisa diajak ngobrol santai, kenapa harus main pukul-pukulan?
Semua orang pernah salah. Tapi, bukan berarti semua orang harus dipukuli. Kita bisa mengerti tanpa harus dipukul. Kita bisa membuat orang lain mengerti tanpa harus memukul. Kita bisa saling berkomunikasi. Kita tidak harus selalu berkelahi. Karena meskipun kita punya otot, jangan lupa bahwa kita juga punya otak. Terlebih lagi, selalu ingat bahwa kita ini manusia.
Bukankah saat kalian kecil dan melakukan kesalahan, orangtua kalian juga meluruskannya dengan omongan? Kalau bukan, harus dipertanyakan lagi siapa yang mengasuh dan mendidikan kalian. Manusia, atau hewan.
***
PS:
Belakangan ini banyak curhatan yang masuk ke instant messenger gue. Isinya juga random parah. Nanti gue posting di sini deh. Tapi satu-satu. Soalnya setiap curhatan beda-beda pembahasan. Atau gue bahas lewat video di YouTube aja ya?
Btw, kalau ada yang mau curhat, langsung contact aja. Nggak usah canggung atau gimana. Gue seneng kok bacaim curhatan kalian. Hohoho.